Pembicara Ketiga

6:51:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Setelah Workshop Penyusunan Renstra untuk Sekolah di Sleman bulan lalu, 2 orang sahabat baru mendatangi saya di kantor. Mereka, Mas Setyawan dan temannya, dari L-Tera, sebuah event organizer, yang fokus pada penyelenggaran seminar dan workshop pendidikan. Intinya, saya diminta untuk menjadi salah satu pembicara pada seminar yang mereka adakan di Temanggung, 9 Mei 2009. Tentu saya senang, karena dapat kesempatan untuk belajar dan berbagi. Apalagi dengan para Guru.

Alhamdulillah, seminarnya berlangsung lancar. Ini pengalaman pertama saya, menghadapi audiens sekitar 600-an orang yang memenuhi GOR Bambu Runcing Temanggung. Biasanya paling banyak, saya bicara di depan peserta 200-an orang di ruang seminar. Seminar dengan tema "Pembelajaran yang Berempati dan Berorientasi pada Mentalitas Anak" itu dipandu sosok yang sangat dikenal publik Jateng-DIY, Den Baguse Ngarso, bintang acara "Mbangun Deso" yang sangat populer di TVRI Jogja dulu. Siang yang panas agak terdinginkan oleh aneka Gerr karena kepiawaian Den Baguse menarik perhatian audiens dengan guyonan-guyonan khasnya.

Pembicara pertama Prof Buchori (Rektor IKIP PGRI Jogja) lebih banyak bicara tentang profil guru profesional dan sertifikasi yang sedang heboh-hebohnya itu. Saya menyampaikan paparan tentang "Komunikasi Empatis dan Pendidikan yang Membangun Jiwa". Alhamdulillah, hingga paparan saya usai semua berjalan lancar.

Yang menarik buat saya saat itu adalah tampilnya seorang Kakek yang sangat bersemangat. Lengkap dengan peci bergaya pejuang kemerdekaan, Sang Kakek meminta izin untuk bertanya. Ketika Den Baguse memberikan kesempatan untuk berkomentar dalam 1 kalimat pendek tentang materi apa yang paling diingat atau paling menarik dari paparan saya, beliau menolak. "Saya ingin bertanya panjang, tidak cukup dengan satu kalimat, " katanya. Makanya Sang Kakek diberikan kesempatan pertama untuk bertanya pada sesi tanya jawab. Beliau bicara dengan sangat bersemangat. Lucunya, Kakek yang nampaknya pernah jadi tokoh di masa lalu itu, tidak bicara menghadap kami, para pembicara yang duduk di kursi depan, tapi menghadap peserta dan membelakangi kami. Rupanya, beliau ingin pidato, tidak ingin bertanya,hehe. Maka tergopoh-gopohlah seorang panitia lokal mendatangi moderator dan berbisik : "Wah Pak, maaf, kalau yang ini memang begitu, sulit berhentinya nanti..". Lantas Bicaralah sang Kakek itu panjang lebar, tidak begitu jelas apa intinya. Den Baguse Ngarso, yang biasanya piawai menggunakan kekuasaannya sebagai moderator, tak mampu menghentikan pidato panjang lebar itu. MC terpaksa turun tangan dengan mempersilahkan Sang Kakek mengakhiri pidatonya, persis ketika beliau mengambil jeda sejenak untuk menarik nafas. "Merdeka !" teriaknya sebagai kalimat penutup, walau mungkin belum puas, karena belum semua isi hati tertumpah ruah. Jadilah beliau pebicara ketiga.

Saya terenyuh dengan semangatnya. Tapi ada juga rasa geli di hati. Sambil membayangkan beberapa kejadian di Forum Seturan, pertemuan rutin kami di Jogja setiap Rabu Malam. Saat itu, ada juga Simbah Kakung yang selalu meminta kesempatan untuk memperkenalkan diri (padahal udah pada kenal) dan selalu ingin bertanya. Dan biasanya panjaaaaaang sekali. hehe. Rasa-rasanya beliau-beliau ini memang mencari forum untuk didengarkan. Sahabat saya, Budi Yuwono, secara berkelakar, menyebutkan bahwa itu adalah fenomena yang akan terjadi pada para trainer atau pembicara di masa depan, ketika tidak ada orang lagi yang mau mendengarkan. Mencari forum untuk bicara, nggak peduli orang mau dengar atau tidak. Hehe. "Hati-hati lu..!", kata Mas Budi. (***Subhan Afifi)

1 komentar:

  1. Simbahnganjuk mengatakan...

    Masak masa depan pra trainer akan seperti itu. Lak ngeri no...