Launching Jurnal IJCS Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta

2:35:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Rabu, 20 Mei 2009, jam 08.00-12.00 WIB, jurusan Ilmu Komunikasi UPN ”Veteran” Yogyakarta mengadakan seminar dengan tema ”Trends and Challenges in Communication Research”. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Seminar FISIP UPN ”Veteran” Yogyakarta, Gedung Agus Salim, Jalan Babarsari No.2 Yogyakarta. Seminar ini diikuti sekitar 200 peserta dari kalangan akademisi, peneliti dan mahasiswa.

Seminar ini diadakan dalam rangka peluncuran Jurnal Internasional ”The Indonesian Journal of Communication Studies”, (IJCS) yang diterbitkan oleh Jurusan Ilmu Komunikasi UPN ”Veteran” Yogyakarta. Jurnal berbahasa Inggris bidang komunikasi pertama di Indonesia ini melibatkan penyunting ahli (mitra bestari) dari beberapa negara, yaitu : Australia, Malaysia, Thailand dan Indonesia sendiri. Jurnal IJCS Diterbitkan 2 kali setahun, berisi artikel ilmiah hasil penelitian dan kajian teoritis bidang ilmu komunikasi, seperti : media dan jurnalisme, periklanan, public relations, komunikasi interpersonal, komunikasi internasional, komunikasi lintas budaya, cultural studies, dan sebagainya. Pembaca jurnal ini adalah para akademisi, peneliti, praktisi dan mahasiswa ilmu komunikasi, baik tingkat sarjana maupun pascasarjana. Jurnal ini didistribusikan di Indonesia, dan beberapa negara lain seperti : Malasyia, Singapura, Thailand, Australia, dan sebagainya. Penulis jurnal juga berasal dari berbagai universitas dan instansi dari berbagai negara.

3 orang pembicara, hadir dalam seminar itu. Mereka adalah : Dr Abu Hassan Hasbullah (University of Malaya Kuala Lumpur, Malaysia), Dr Hermin Indah Wahyuni (Universitas Gadjah Mada) dan Basuki Agus Suparno, M.Si. Dr Abu Hassan memberikan pemaparan tentang “Future Studies Perspective in Communication Research”. Menurutnya, Studi masa depan (future studies) dapat digunakan sebagai salah satu perspektif dalam penelitian komunikasi. Perspektif ini digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan fenomena dan data dalam dunia komunikasi. Prediksi dan strategi apa yang akan diambil untuk menghadapi masa depan dapat dibuat dengan menggunakan perspektif future studies. Dr Hermin mempresentasikan makalah yang berjudul “Global Trends in Communication Research. Menurutnya, kecenderungan dan tantangan penelitian komunikasi ditentukan oleh isu-isu komunikasi yang berkembang, aspek teori dan metodologi yang bersifat dinamis. Peneliti komunikasi harus terus mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia global, agar tidak tertinggal. Sementara itu, Basuki Agus, M.Si, sebagai wakil dari komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta memperesentasikan “The Implications of Communication Axioms In Research Methodology. Basuki menjelaskan bahwa aksioma dalam ilmu komunikasi memberikan implikasi pada perspektif dan metodologi penelitian komunikasi. Misalnya apakah komunikasi dipahami sebagai proses transmisi dan penerimaan informasi, ataukah sebagai pencipta makna. ”Peneliti komunikasi harus memahami aksioma yang melandasi penelitiannya, sehingga tepat dalam menggunakan perspektif teori dan metodologi,” jelasnya dalam bahasa Inggris yang fasih.

Sebagai ketua penyunting (editor in Chief) IJCS, saya menyampaikan rasa syukur mendalam karena acara ini berlangsung sukses. Tentu juga berkat kerjasama teman-teman pengelola IJCS, panitia dan pihak sponsor. Semoga menjadi salah satu kontribusi kami untuk menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat, dan pada akhirnya nanti menjadi pemberat amal kebajikan yang tak putus balasannya. Amin… (***Subhan Afifi)

Workshop Penulisan di Purwodadi

2:34:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Dinamika pendidikan di negeri ini kadang menggelikan. Kesenjangan kualitas dan aktivitas pencerahan bagi masyarakat antara satu daerah dengan daerah lain terasa jelas. Di sebuah daerah di Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, misalnya, menurut penuturan seorang rekan trainer, sama sekali belum pernah diadakan seminar publik, bahkan sejak sejarah berdirinya republik. Ketika rekan tersebut diundang atas prakarsa Fahma Training Centre dan penggiat pendidikan Hidayatullah di sana, maka seminar itu menjadi yang pertama dan satu-satunya.

Bulan Mei lalu, rekan-rekan dari Sekolah Integral Lukman Al Hakim Hidayatullah Purwodadi menggagas sebuah event pameran buku. Acara ini menurut, Basori, SPd, kepala sekolah, sekaligus ketua panita, merupakan acara yang pertama di adakan di Purwodadi. Menggandeng Giant, Event Organizer asal Jogja, sekolah tersebut sukses menghadirkan penerbit-penerbit buku besar yang sebelumnya ragu, apakah masyarakat Purwodadi antusias dengan pameran buku. Rupanya, keraguan itu tertepiskan dengan besarnya animo masyarakat untuk mengunjungi pameran itu. Bupati beserta jajarannya juga mendukung penuh kegiatan itu. Masyarakat di daerah-daerah rupa-rupanya haus dengan kegiatan yang mencerahkan, tinggal menunggu penggerak dan pionirnya saja. Rekan-rekan di SDIT Hidayatullah Purwodadi rupanya mengambil peran itu. Ini harus diapresiasi.

Sebagai rangkaian acara book fair, panitia menggelar beberapa seminar dan workshop, seperti Training for Exellent Life untuk guru, Training kepemimpinan dan Training Penulisan untuk pemuda/pelajar. Saya kebagian diundang untuk berbagi dalam training penulisan. Selama 1 hari penuh, tanggal 22 Mei 2009, Alhamdulillah, saya berkesempatan membersamai para pemuda/pelajar Purwodadi untuk berlatih menulis. Anak-anak gaul Purwodadi itu luar biasa, sangat antusias untuk mengembangkan kemampuan menulis. Beberapa diantara mereka juga sudah terbiasa menulis dengan media blog. Mereka adalah para calon penulis handal. Saya senang bisa berbagi dengan mereka, anak muda yang sangat pede dengan masa depannya. Terimakasih Purwodadi ! (***Subhan Afifi)

Bak Harta Karun yang Tak Terlihat

5:20:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Koran Seputar Indonesia, Minggu, 29 Juni 2008

BERAWAL dari diskusi di sebuah milis,Komunitas PenulisLepas berusaha memfasilitasi para anggotanya agar mampu mengembangkan keahlian menulis.

Komunitas bermoto ”Situsnya Penulis!” itu lalu membuat website yang bisa mengakomodasi kepentingan anggota, mulai proses kirim karya, diskusi, hingga pengembangan jaringan penulis. Sejarah awal milis PenulisLepas berdiri tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin tiga sahabat,yakni Jonru,Rini Nurul Badariah, dan Subhan Afifi.

Three musketeers ini memosisikan milis PenulisLepas sebagai media komunikasi sejumlah orang yang berprofesi sebagai penulis lepas. Itu sebabnya, milis yang berdiri 15 Februari 2001 itu diberi nama PenulisLepas.Komunitas tersebut semula bersifat tertutup dan hanya orang tertentu yang diundang. Lambat laun komunitas ini berkembang dan anggotanya membludak hingga 5.200 orang.


Susah untuk mengatur orang sebanyak itu dari seluruh Indonesia. Milis ini sempat vakum karena kekurangan pengelola.Beruntung,masih ada sekitar 10% dari jumlah tersebut yang bersemangat untuk tetap melanjutkan diskusi online maupun melakukan kopi darat,sambil membuat sebuah acara. Tahun 2005 komunitas semakin solid dan memutuskan membuat sebuah kepengurusan.

Namun,dalam perkembangannya, para anggota sepakat tidak membentuk kepengurusan, melainkan jadi komunitas saja. Jonru, sebagai penggagas milis ini, bertanggung jawab melanjutkan keberadaan komunitas PenulisLepas. Setelah itu,komunitas ini semakin serius menggarap kemampuan atau keahlian masing-masing anggota, sekaligus memperluas jaringan dengan enam orang sebagai moderator.

Diskusi online tentang kegiatan tulis-menulis pun semakin terarah. ”Selain milis, kami juga membangun situs www.penulislepas.com . Awalnya, situs ini berisi info seputar penawaran jasa di bidang penulisan dan murni bertujuan bisnis,” ungkap Jonru. Namun, setelah berjalan beberapa lama, bisnis itu belum juga menampakkan profit. Jonru yang bekerja sebagai content editor di CBN, perusahaan penyedia layanan internet, tidak bisa berdiam diri.

Dia lalu mengubah www.penulislepas.com menjadi situs komunitas, dengan harapan suatu saat situs ini bisa menjadi basis bisnis baru bagi para penulis. Saat itu Jonru dibantu sahabatnya, Bambang Trim, yang mengelola penerbitan MQS Publishing dan wakil ketua IKAPI Jawa Barat.Komunikasi intensif mereka membuahkan hasil,yakni perubahan format situs menjadi komunitas penulis di dunia maya.

Sejak saat itu, komunitas ini terus menggeliat dan sering mengadakan pertemuan. Pertemuan perdana terjadi pada 16 Oktober 2005, yang ditandai dengan antusiasme anggota untuk berkiprah di milis dan situs penulis lepas. ”Saya tidak mengira PenulisLepas bisa menjadi komunitas yang sangat berharga dan potensial.

Ini adalah aset yang tak terlihat dan merupakan harta karun,”ujar Jonru, yang menggelar pertemuan kedua lewat seminar bertajuk Kiat Sukses Menerbitkan Bukupada 2 Juli 2006. Kegiatan para anggota komunitas terus berlanjut hingga 13 Agustus 2006 meski hanya berupa diskusi internal yang dihadiri tujuh peserta. Lantas, pada 24 November 2006 diadakan pula diskusi online via konferensi di Yahoo! Messenger,dihadiri sekitar 50 peserta.

Alhasil, milis dan situs penulis lepas kini menjadi milis dan situs penulisan terbesar di Indonesia.Namanya pun semakin diperhitungkan dan banyak orang penting di bidang penulisan yang bergabung di sini.Ada Bambang Trim,Yanusa Nugroho, Damhuri Muhammad, Kinoysan, Akmal Nasery Basral,Femmy Syahrani, Beni Jusuf, Arul Khan,dan masih banyak lagi.

Maret 2007, Jonru memutuskan keluar dari perusahaan dan memfokuskan diri pada bisnis penulisan,termasuk mengurus milis dan situs penulis lepas.Jonru menangkap peluang, komunitas ini bisa menjadi sebuah ladang wirausaha di bidang tulis-menulis.

Beragam paradigma lama, seperti menulis sebagai sampingan dan hanya mengandalkan honor tulisan yang dimuat di media atau royalti penjualan buku, langsung diubah oleh founder PenulisLepas tersebut. Masih menurut Jonru, kegiatan menulis pun dapat menjadi sumber penghasilan dan kita bisa kaya karenanya. Contoh nyata bisa dilihat dari penulis buku best seller Ayat Ayat Cinta atau Laskar Pelangi.

Meski untuk meraih keberhasilan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berwirausaha lewat produk tulisan jangan hanya dilihat dari royalti sebagai sumber kekayaan. Buku, misalnya, sebagai sebuah produk, bisa memperlihatkan kredibilitas seseorang,dan sumber kekayaan biasanya muncul di luar produk itu sendiri. Seperti diundang berbicara di depan forum, menerima proyek tulisan dari seseorang, dan sebagainya.

Dengan langkah mantap, Jonru lantas mengibarkan Sekolah Menulis Online ( www.sekolahmenulisonline.com ) pada Juli 2007, sebuah sekolah menulis di dunia maya.Tentu saja sekolah ini memiliki modul, bedah karya, hingga pertemuan online rutin dua kali seminggu. Layanan konsultasi via online pun dilakukan untuk mempermudah komunikasi jarak jauh apabila ada siswa yang kesulitan selama proses pembelajaran. Sekolah yang diadakan tiga bulan sekali dan sudah memasuki angkatan ketiga itu bisa meluluskan minimal 30 orang per angkatan.

Bagi Jonru,menulis bukan sekadar mencari materi, tapi lebih pada pengungkapan segala pemikiran dan idealisme kita. Salurkan segala ide liar positif itu dan tetap konsisten. Uang hanya efek samping.

Jonru semakin mengibarkan bisnis penulisan dengan menerbitkan buku secara self publishing (dalam bentuk ebook) berjudul Menerbitkan Buku Itu Gampang! melalui situs www.naskahoke.com , mendirikan lembaga pelatihan penulisan, seperti yang sedang dirintis lewat situs www.belajarmenulis.com , dan masih banyak cita-cita tentang kepenulisan yang akan ditanganinya lagi.

Salah seorang yang sukses berwirausaha di bidang ini adalah Ariyanto MB. Sejak 2007, Ariyanto telah mampu menulis 24 buku nonfiksi populer. Bahkan,dia berani memantapkan langkah untuk menjadikan menulis sebagai sumber kekayaan. Penemu danpengembangmetode”menulis tanpa harus berpikir”itu juga merupakan owner sekaligus founder MR Pen Indonesia (pabrik tulisan pertama di Indonesia), sekretaris jenderal pengurus pusat Aliansi Penulis Indonesia (API), dan penulis entrepreneur.

”Modal utama yang Anda butuhkan sebenarnya hanyalah keberanian untuk percaya dan yakin bahwa Anda bisa. Di dunia ini banyak sekali orang yang sebenarnya bisa, tapi mereka merasa tidak bisa.Mereka telah membatasi diri sendiri, padahal Tuhan telah memberi mereka potensi yang amat luar biasa,” tuturnya. (didik purwanto)

Jurusan Ilmu Komunikasi UPN Terbitkan Jurnal Internasional

9:09:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi


Untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan keilmuan dan mengembangkan jejaring kerjasama (networking) internasional, jurusan Ilmu Komunikasi UPN ‘Veteran” Yogyakarta menerbitkan Jurnal Internasional ”The Indonesian Journal of Communication Studies” (IJCS), ISSN : 1978-323X.

“Jurnal berbahasa Inggris ini melibatkan penyunting ahli (mitra bestari) dari beberapa negara, yaitu : Australia, Malaysia, Thailand dan Indonesia sendiri”, ujar Ketua Penyunting, Subhan Afifi,M.Si. Jurnal yang diterbitkan 2 kali setahun, berisi artikel ilmiah hasil penelitian dan kajian teoritis bidang ilmu komunikasi, seperti : media dan jurnalisme, periklanan, public relations, komunikasi interpersonal, komunikasi internasional, komunikasi lintas budaya, cultural studies, dan sebagainya. Pembaca jurnal ini adalah para akademisi, peneliti, praktisi dan mahasiswa ilmu komunikasi, baik tingkat sarjana maupun pascasarjana. Jurnal ini didistribusikan di Indonesia, dan beberapa negara lain seperti : Malasyia, Singapura, Thailand, Australia, dan sebagainya. Penulis jurnal juga berasal dari berbagai universitas dan instansi dari berbagai negara “Keberadaan IJCS juga untuk melengkapi “Jurnal Ilmu Komunikasi” yang telah diterbitkan sebelumnya,” tambah Basuki, M.Si Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UPN. Menurutnya, jurnal IJCS diterbitkan agar Komunikasi UPN semakin dikenal di dunia internasional.

Dalam rangka peluncuran (launching) jurnal internasional tersebut, akan digelar Seminar dengan tema “Trends and challenges in Communication Research”, pada Rabu, 20 Mei 2009, jam 08.00-12.00 WIB. Seminar ini akan bertempat di Ruang Seminar FISIP UPN ”Veteran” Yogyakarta, Gedung Agus Salim, Jalan Babarsari No.2 Yogyakarta. Pembicara yang akan hadir dan materi yang akan dipresentasikan adalah : Dr Abu Hassan Hasbullah (University of Malaya Kuala Lumpur, Malaysia) “Future Studies Perspective in Communication Research”, Dr Hermin (Universitas Gadjah Mada) “Global Trends in Communication Research dan Basuki Agus Suparno, M.Si (UPN “Veteran” Yogyakarta) “The Implications of Communication Axioms In Research Methodology. (***)

Sumber : harian Radar Jogja, Jum'at, 15 Mei 2009


FISIP UPN Terbitkan Jurnal Internasional

Selasa, 19 Mei 2009 12:07:17

JOGJA: Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik (FISIP) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jogja meluncurkan jurnal Internasional The Indonesian Journal Of Communication Studies, Rabu(20/5) mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB di ruang seminar FISIP UPN Babarsari.

Pihak pengelola jurnal menyatakan, jurnal itu akan diperkuat dengan tim editor yang berasal dari empat negara. Mereka adalah Brian Morris (RMIT University Australia), Jessica Raschke (University Of Melbourne, Australia), Mike Hayes (Mahidol University, Thailand)Abu Hasan Hasbullah(University Of Malaya, Malaysia).

Sedangkan dari Indonesia Ibnu Ahmad(Univeritas Indonesia), Prof Dedi Mulyana (Padjajaran), dan Ana Nadya Abrar (Universitas Gadjah Mada).

Ketua Penyunting Jurnal Subhan Afifi mengatakan jurnal ini merupakan jurnal berbahasa Inggris di bidang komunikasi yang baru pertama kali terbit di Indonesia. Materi jurnal yang hendak disampaikan adalah seputar tren global di dunia komunikasi saat ini dan di masa mendatang.

Dia mengatakan, dalam launching para pembicaraberbagi wawasan mengenai data-data dan hasil penelitian terbaru di bidang komunikasi. "Selama ini jurnal komunikasi berbahasa Inggris belum ada, maka networking global diharapkan terwujud dengan peluncuran jurnal ini,"katanya. (Rossa Fergie)

Sumber : Harian Jogja

Bertanya pada “Kyai” Google

6:55:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Minggu pagi (17/5) saya beruntung berjumpa dengan para alumni haji KBIH Bina Ummat Yogyakarta tahun 2006. Kali ini mereka menggelar pengajian 2 bulanan di aula Stikes Aisyiah Yogyakarta. Sepulang haji mereka rutin berjumpa, menggelar kajian bersama, atau sekedar melepas kangen. Sambil cerita-cerita mengenang pengalaman di tanah suci yang selalu menarik, seoalah tak ada habisnya walau telah sering diulang-ulang. Dari kumpul-kumpul itu tak lupa kotak infak beredar. Rupiah yang terkumpul sangat bermanfaat untuk berbagai program keummatan. Dari membantu pengembangan pesantren hingga membantu mereka yang kesusahan. Sebuah usaha mulia memelihara kemabruran haji.

Saya berkesempatan berjumpa mereka, atas peran sang ketua “alumni’, Pak Sukamta, MT. Pria energik yang sering menjadi patner saya dalam memberikan beberapa training pengembangan mutu pendidikan itu, meminta saya untuk hadir. “Mengisi Pengajian haji Bina Ummat,” katanya kemarin ketika menelpon. Waduh, grogi juga saya. Kalau ngisi seminar atau training mungkin nggak begitu masalah, tapi pengajian, rasa-rasanya lebih berat tanggungannya. Apalagi audiens-nya adalah para bapak dan ibu haji yang tentu punya keilmuan dan pengalaman kerohanian lebih dalam. Pak Kamto berusaha meyakinkan bahwa mereka hanya ingin sharing pengalaman. Apalagi, katanya, saya yang berangkat haji via Malaysia dan menjadi petugas haji punya pengalaman menarik, dan berbeda dengan yang dialami para jamaah haji reguler. Walau bertajuk sharing, tak lupa Pak Kamto secara tak langsung menyodorkan tema “Rindu Kembali Ke Tanah Suci dan Memelihara Kemabruran Haji”. Waduh..pripun niki !


Alhamdulillah, setelah bertanya sebentar dengan “Kyai Google” terkait tema yang diminta, berangkat juga saya ke Forum Pengajian itu. Apalagi Pak Kamto sendiri yang langsung menjemput. Di pengajian itu saya di sebut sebagai Ustadz. Waduh ! (lagi..) Belum pantas rasanya, disebut seperti itu. Ya sudah, berbekal sedikit pengalaman di tanah suci dan “wasiat Kyai Google”,hehe, selesai juga saya bicara sekitar 50 menit di depan pak haji dan bu haji itu. Apa yang saya bicarakan sebagian juga pernah saya tulis di blog ini.

Luar biasa dakwah di era internet saat ini. Sarana menuju kebaikan tersebar luas, seolah tak berbatas di dunia maya. Para da’i akan sangat dimudahkan tugasnya. Belajar Islam menjadi lebih mudah. Referensi keIslaman dari A hingga Z segera diperoleh dengan beberapa kali klik. Internet juga menjadi tantangan bagi para da’i untuk mengisinya. Sama dengan media lainnya, internet hanya media yang akan ditentukan warnanya oleh kualitas pesan. Nilai-nilai kebenaran bersaing ketat dengan beragam kemungkaran yang juga tersaji bebas. Jadi, mari menebar nilai-nilai kebaikan untuk semesta alam via internet. Ngeblog salah satu caranya. InsyaAllah, berpahala lho....!

Pendidik Harus Miliki Empati

6:52:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Temanggung, JTNR

Para guru atau tenaga pendidik harus memiliki empati terhadap siswa-siswanya dalam proses belajar mengajar. Selama ini, yang berkembang dalam proses belajar mengajar, empati tidak selalu hadir dari kebanyakan pendidik, sehingga hasil yang dicapai dalam proses tersebut tidak optimal.

Hal itu diungkapkan Rektor Universitas PGRI Yogyakarta, Prof Dr Buchori MS, dalam seminar dengan tema ''Menjadi Pendidik yang Berempati pada Mentalitas Anak'', yang digelar di GOR Bambu Runcing Temanggung, belum lama ini. Selain Buchori, pembicara lain ialah Subhan Afifi (konsultan komunikasi dan pendidikan) dan moderator Susilo ''Den Baguse Ngarso'' Nugroho (guru dan seniman).

Menurut Buchori, absennya empati dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu masalah yang berkembang dewasa ini. Selain itu, proses pembelajaran juga belum selalu mengikuti tahap-tahap perkembangan, termasuk kecerdasan emosional siswa didik. ''Pembelajaran dewasa ini masih berpusat pada guru, siswa pasif dan tidak didorong untuk berpikir kritis, logis, kreatif, inovatif, kemudian juga bersifat hafalan dan hanya menekankan aspek kognitif,'' ujar dia.

Dia mengusulkan, paradigma pembelajaran diubah, dari siswa pasif ke aktif dan berpikir kritis mandiri, dari kelompok besar ke kecil, berorientasi team work dan pembelajaran (bukan pengajaran). Selain itu, dari berpusat pada guru menuju berpusat pada murid, pengetahun diakses dari berbagai sumber, menggunakan teknologi informasi dan pengembangan multi intelegensi.

Sedangkan Subhan Afifi mengungkapkan, kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi dan merasakan perasaan orang lain adalah bentuk dari empati. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaan, maka seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan perasaan orang lain. ''Sifat inilah yang mestinya mendominasi pendidik dalam kiprahnya. Pendidik yang berempati memiliki kemampuan menyelami perasaan anak didiknya tanpa harus tenggelam,'' ujarnya.

Dia mengatakan, anak didik bukanlah kertas putih yang seragam. Sehingga, guru harus mampu mengenali dan merasakan kondisi siswa, dan bukan menjadi pengamat yang berdiri di tempat yang jauh. Guru yang berempati memiliki kemampuan merespon keinginan siswanya yang tak terucap. ''Selanjutnya, empati perlu dipadukan dengan ketrampilan seorang pendidik, dan yang tidak kalah pentingnya, yakni komunikasi,'' tutur Dosen Jurusan Komunikasi, Fisip UPN Veterran Yogyakarta itu.

Diungkapkan, komuniksi efektif mutlak diperlukan pendidik. Beberapa syarat agar komunikasi berjalan efektif adalah saling menghormati dan menghargai, dapat dimengerti dengan baik, jelas dan sikap rendah hati. (*Edy Laks_ed.BS)

Pembicara Ketiga

6:51:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Setelah Workshop Penyusunan Renstra untuk Sekolah di Sleman bulan lalu, 2 orang sahabat baru mendatangi saya di kantor. Mereka, Mas Setyawan dan temannya, dari L-Tera, sebuah event organizer, yang fokus pada penyelenggaran seminar dan workshop pendidikan. Intinya, saya diminta untuk menjadi salah satu pembicara pada seminar yang mereka adakan di Temanggung, 9 Mei 2009. Tentu saya senang, karena dapat kesempatan untuk belajar dan berbagi. Apalagi dengan para Guru.

Alhamdulillah, seminarnya berlangsung lancar. Ini pengalaman pertama saya, menghadapi audiens sekitar 600-an orang yang memenuhi GOR Bambu Runcing Temanggung. Biasanya paling banyak, saya bicara di depan peserta 200-an orang di ruang seminar. Seminar dengan tema "Pembelajaran yang Berempati dan Berorientasi pada Mentalitas Anak" itu dipandu sosok yang sangat dikenal publik Jateng-DIY, Den Baguse Ngarso, bintang acara "Mbangun Deso" yang sangat populer di TVRI Jogja dulu. Siang yang panas agak terdinginkan oleh aneka Gerr karena kepiawaian Den Baguse menarik perhatian audiens dengan guyonan-guyonan khasnya.

Pembicara pertama Prof Buchori (Rektor IKIP PGRI Jogja) lebih banyak bicara tentang profil guru profesional dan sertifikasi yang sedang heboh-hebohnya itu. Saya menyampaikan paparan tentang "Komunikasi Empatis dan Pendidikan yang Membangun Jiwa". Alhamdulillah, hingga paparan saya usai semua berjalan lancar.

Yang menarik buat saya saat itu adalah tampilnya seorang Kakek yang sangat bersemangat. Lengkap dengan peci bergaya pejuang kemerdekaan, Sang Kakek meminta izin untuk bertanya. Ketika Den Baguse memberikan kesempatan untuk berkomentar dalam 1 kalimat pendek tentang materi apa yang paling diingat atau paling menarik dari paparan saya, beliau menolak. "Saya ingin bertanya panjang, tidak cukup dengan satu kalimat, " katanya. Makanya Sang Kakek diberikan kesempatan pertama untuk bertanya pada sesi tanya jawab. Beliau bicara dengan sangat bersemangat. Lucunya, Kakek yang nampaknya pernah jadi tokoh di masa lalu itu, tidak bicara menghadap kami, para pembicara yang duduk di kursi depan, tapi menghadap peserta dan membelakangi kami. Rupanya, beliau ingin pidato, tidak ingin bertanya,hehe. Maka tergopoh-gopohlah seorang panitia lokal mendatangi moderator dan berbisik : "Wah Pak, maaf, kalau yang ini memang begitu, sulit berhentinya nanti..". Lantas Bicaralah sang Kakek itu panjang lebar, tidak begitu jelas apa intinya. Den Baguse Ngarso, yang biasanya piawai menggunakan kekuasaannya sebagai moderator, tak mampu menghentikan pidato panjang lebar itu. MC terpaksa turun tangan dengan mempersilahkan Sang Kakek mengakhiri pidatonya, persis ketika beliau mengambil jeda sejenak untuk menarik nafas. "Merdeka !" teriaknya sebagai kalimat penutup, walau mungkin belum puas, karena belum semua isi hati tertumpah ruah. Jadilah beliau pebicara ketiga.

Saya terenyuh dengan semangatnya. Tapi ada juga rasa geli di hati. Sambil membayangkan beberapa kejadian di Forum Seturan, pertemuan rutin kami di Jogja setiap Rabu Malam. Saat itu, ada juga Simbah Kakung yang selalu meminta kesempatan untuk memperkenalkan diri (padahal udah pada kenal) dan selalu ingin bertanya. Dan biasanya panjaaaaaang sekali. hehe. Rasa-rasanya beliau-beliau ini memang mencari forum untuk didengarkan. Sahabat saya, Budi Yuwono, secara berkelakar, menyebutkan bahwa itu adalah fenomena yang akan terjadi pada para trainer atau pembicara di masa depan, ketika tidak ada orang lagi yang mau mendengarkan. Mencari forum untuk bicara, nggak peduli orang mau dengar atau tidak. Hehe. "Hati-hati lu..!", kata Mas Budi. (***Subhan Afifi)

Media ikut Andil Kekisruhan Pemilu

11:40:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Seminar "Posisi Media dalam Pemilu 2009", yang berlangsung Sabtu, 2 Mei 2009, jam 08.00-12.00 WIB, di Ruang Seminar FISIP UPN, berlangsung seru. Bukan saja, karena ruang seminar yang penuh, hingga tak ada kursi yang tersisa, tapi juga pemaparan yang menarik dan diskusi yang berlangsung hangat. Pembicara yang hadir : Dr Henri Kusbianto (Staf Ahli Menkominfo), Dr Kuskrido Ambardi (Direktur Riset LSI), Sasongko Tedjo (PWI/Suara Merdeka), Muh.Najib (KPU DIY) dan saya, Subhan Afifi, hehe.




Saya mencoba menyoroti andil media dalam kekisruhan Pemilu kali ini. Idialnya, media massa mampu menjadi watchdog dalam perhelatan politik besar semacam Pemilu dan Pilpres. Nyatanya, media belum sepenuhnya menjalankan fungsi itu. Media misalnya terjebak pada memberi perhatian lebih pada fenomena kontestasi, siapa menang-siapa kalah, atau persoalan-perosalan yang lebih sexy, semisal bakal capres-cawapres, dibanding memberi perhatian lebih pendidikan pemilih dan sosialisasi Pemilu. Dinamika internal partai politik, lengkap dengan intrik dan konflik para elitnya, lebih menarik perhatian media daripada persoalan faktual seputar persiapan Pemilu. seperti : kesiapan penyelenggara Pemilu, peluang pelanggaran, dan urusan Daftar Pemilih Tetap yang dibelakang hari terbukti menjadi masalah besar. Kisruh tentang Daftar Pemilih Tetap, jika dirunut, juga melibatkan kesalahan media yang tidak memberi porsi memadai untuk mengantisipasi. Pemberitaan media tentang Pemilu 2009, juga ditandai dengan masih minimnya pemberitaan tentang rekam jejak calog legislatif dan partai politik yang menjadi kontestan. Pemberitaan faktual tentang track record ini sangat diperlukan publik untuk menentukan pilihannya. Fenomena masyarakat yang jenuh dengan serbuan visual profil para caleg di jalan-jalan yang lebih banyak menyajikan realitas semu atau polesan, seharusnya ditutupi oleh pemberitaan media massa yang komprehensif tentang kandidat. Masyarakat dengan informasi lengkap akan sangat cerdas menentukan pilihannya. Media massa juga belum banyak menyajikan isu publik (persoalan riil) yang dihadapi masyarakat untuk menjadi agenda publik itu sendiri. Kutipan narasumber elit politik yang selalu menampilkan wacana dari sudutnya pandangnya sendiri masih lebih banyak ditampilkan, dibanding persoalan-persoalan yang riil terjadi. Fenomena publikasi hasil survey Pemilu 2009, di media juga menarik untuk dicermati. Menurut ketentuan, seharusnya pemberitaan media tentang jajak pendapat tersebut menyertakan orang atau partai yang mendanai, metodologi, dan kemungkinan kesalahan (margin of error). Hasilnya memperlihatkan, media massa tidak pernah menyebutkan siapa yang mendanai survei itu. Selain itu, pemberitaan tentang survey masih dominan yang tidak menyebutkan tujuan survey, dan tidak menyertakan metodologi. Penyelenggara survey memang selalu disebutkan. Fenomena itu memberikan catatan tersendiri dan berpeluang memunculkan prasangka negatif tentang hasil survey di masyarakat. 


Khusus untuk televisi, saya memberikan apresiasi terhadap TV One dan Metro TV yang berani menyebut dirinya TV Pemilu dan Referensi Pemilu Indonesia. Program inovatif kedua televisi itu memberikan warna tersendiri bagi kemasan komunikasi politik di tanah air. Hanya saja, sesuai watak kapitalisme televisi yang harus berkompetisi demi rating dan ujung-ujungnya iklan, program-program menarik televisi tentang Pemilu harus dikritisi karena berpeluang mereduksi peran televisi sebagai pendidik masyarakat. Pogram-program yang mengemas dan mengelola citra partai dan kandidat lewat televisi yang terlalu menonjolkan aspek hiburan, sering melupakan esensi dari pendidikan politik. Beberapa program misalnya, menampilkan para caleg di televisi seolah peserta kuis yang harus tampil “heboh” dan kehilangan auranya sebagai politisi sejati dan negarawan. Sulit membandingkan presenter dengan narasumber, atau pelawak dengan politisi, karena semua didorong tampil memukau dan menghibur. Tentu saja agar tayangan itu berating tinggi dan meraup iklan sebanyak mungkin. Program-program Pemilu ditelevisi dikemas dengan orientasi yang sangat konsumtif dan vulgar, seringkali bahkan mengesampingkan etika. Substansi pendidikan politik rakyat terkaburkan oleh polesan hiburan yang tidak perlu. Persis dengan gaya iklan-iklan politik yang hampir pasti menampilkan nama, simbol dan senyuman sang tokoh, tanpa substansi yang mencerdaskan.


Setiap seminar tentunya diharapkan memberikan pencerahan kepada para pesertanya. Saya nggak tahu, gimana respon peserta yang memenuhi ruang seminar FISIP UPN itu. Yang jelas, saya-nya yang sangat tercerahkan, karena bisa belajar dari pembicara lain yang top-top itu. Alhamdulillah.(***Subhan Afifi)














Seminar Posisi Media dalam Pemilu 2009

6:22:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi

Bagaimana evaluasi kualitas pemberitaan pemilu legilslatif di media? Bagaimana kira-kira posisi media dalam Pilpres 2009? Apakah media akan menunjukkan netralitas atau justeru berpihak pada kontestan yang memiliki daya pikat modal dan kekuasaan ?

Konsentrasi Media dan Jurnalisme Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN "Veteran" Yogyakarta akan menggelar Seminar "Posisi Media dalam Pemilu 2009", Sabtu, 2 Mei 2009, jam 08.00-12.00 WIB, di Ruang Seminar FISIP UPN, Jl Babarsari No.2 Yogyakarta. Seminar akan menghadirkan pembicara : Dr Kuskrido Ambardi (Direktur Riset LSI), Subhan Afifi, M.Si (Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UPN), Ketua KPU Yogyakarta, dan Staf Ahli Menteri Kominfo. Pendaftaran peserta dapat menghubungi jurusan Ilmu Komunikasi, telp : (0274) 485268. (***)