Jurnalisme On Line

12:34:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Tugas Mata Kuliah Manajemen On Line

Pekerjaan jurnalistik menjadi semakin mudah di era digital. Media on line menjadi wadah yang paling cepat untuk memberikan informasi tentang apa saja.

Untuk berlatih, buatlah sebuah media on line secara berkelompok dengan memanfaatkan fasilitas blog gratis di internet. Media  tersebut akan berfungsi sebagai portal berita yang berisi informasi (news dan views) yang dibuat oleh anggota kelompok sendiri. Jika berbentuk berita, maka anggota kelompok tersebut akan melakukan hunting berita secara riil (melakukan wawancara, observasi atau lainnya). Jika berbentuk views atau opini, maka harus merupakan opini pribadi, bukan hasil copy paste.

Rancanglah media tersebut dengan rubrikasi yang sesuai dengan karakter media yang diinginkan dan segmen pembaca yang hendak dituju.

Buatlah media on line semenarik dan sekreatif  mungkin, sehingga akan banyak orang tertarik dan mengambil manfaat darinya.

Selamat berkarya !

Bisnis Media Cetak Terancam

10:01:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi

Media cetak mengalami masa-masa sulit di era digital. 15 media cetak terkenal di Amerika Serikat yang telah berusia di atas 100 tahun terpaksa tutup karena tak bisa mempertahakan eksistensi diri.

Apa sebenarnya yang sedang dihadapi media cetak. Anda mungkin memiliki 1 kasus ambruknya media cetak, dan analisis mengapa hal itu bisa terjadi. Perspektif sederhana tentang fungsi-fungsi manajemen dapat anda gunakan.

Pendidik dan Komunikasi Empatis

7:16:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi

Awalnya, tak adanya yang istimewa dengan Erin Gruwell. Seorang guru yang ingin mendedikasikan hidupnya untuk mendidik. Hingga suatu saat Ia merasa tertantang karena ditempatkan di sebuah kelas yang dianggap “bodoh” karena berisi siswa-siswa bermasalah. Murid-muridnya adalah kumpulan anak yang sangat nakal, bahkan cenderung kriminal. Erin Gruwell tak menyerah. Ia mulai menangani dengan cinta, bukan dengan prasangka.


Di kelas, Gruwell lebih menempatkan dirinya sebagai bagian dari murid-muridnya. Apa yang dialami siswa-siswinya adalah bagian dari masalahnya sendiri. Setelah berhasil meraih hati mereka, Ibu guru itu memberikan murid-muridnya bacaan-bacaan bergizi, seperti biografi para tokoh yang memberi inspirasi. Tak lupa setiap anak diminta membuat buku harian. Mereka diminta menulis kisah hidupnya, apa saja, secara bebas. Ajaib, setelah beberapa waktu, murid-murid nakal itupun ber-evolusi menjadi lebih baik. Kisah inspiratif itu kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul ”Freedom Writers”.

Apa yang dikedepankan Erin Gruwell mirip dengan penggalan hidup Ibu Muslimah dengan 10 murid miskin ”Laskar Pelangi”-nya. Ia berhasil menanamkan sikap hidup di benak murid-muridnya : Keterbatasan tak harus jadi alasan untuk takut punya cita-cita. Walaupun murid-murid yang dihadapi berbeda, --Erin dengan siswa-siswa nakal nan bermasalah, Muslimah dengan murid-murid miskin tapi punya mimpi besar—keduanya sama-sama mengedepankan empati dalam mendidik.

Empati sering diartikan sebagai keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati juga dimaknakan sebagai kegiatan berpikir individu mengenai “rasa” yang dia hasilkan ketika berhubungan dengan orang lain. Kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain adalah bentuk dari empati.

Sifat inilah yang seharusnya mendominasi pendidik dalam kiprahnya. Pendidik, tentu saja termasuk orang tua dan guru, yang berempati memiliki kemampuan menyelami perasaan anak dan siswanya. Orang tua dan Guru harus mampu mengenali dan merasakan kondisi siswa sehingga menjadi bagian dari persoalan, bukan menjadi pengamat berdiri di tempat yang jauh.

Selanjutnya, empati perlu dipadukan dengan keterampilan seorang pendidik yang tidak kalah pentingnya : komunikasi. Sebagian besar waktu yang dihabiskan seorang guru di sekolah, bahkan dalam hidupnya secara keseluruhan adalah untuk berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi secara efektif mutlak diperlukan pendidik. Bukankah esensi pendidikan adalah mengkomunikasikan pengetahuan dan nilai-nilai ? Komunikasi efektif diantaranya dibangun oleh penghargaan (respect), kejelasan (clarity) dan sikap rendah hati (humble). Penghargaan akan membangkitkan antusiasme. Kejelasan berarti keterbukaan, tak ada kesalahan interpretasi. Sikap rendah hati yang akan memunculkan komitmen melayani dan tidak memandang rendah.

Dari kata empati dan komunikasi itulah kita mengenal istilah Komunikasi Empatis (emphatetic communication). Komunikasi jenis ini adalah komunikasi yang serius, penuh perhatian, bukan komunikasi yang mengabaikan. Komunikasi empatis dilakukan dengan terlebih dahulu menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Mampu untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati dengan sendirinya akan menghasilkan strategi komunikasi (cara menyampaikan pesan, dan memilih media yang digunakan) efektif. Termasuk memberikan respons yang tepat, memberi penghargaan, dan siap mendengar.

Seorang guru yang tak mencoba berempati terhadap persoalan yang dihadapi siswanya, sulit membangun komunikasi yang efektif, karena halangan psikologis atau penolakan akan lebih banyak muncul. Menempatkan diri sebagai satu pihak di sisi sebelah sini, dan para siswa di sisi sebelah sana, jelas akan menyulitkan komunikasi.

Guru yang empatis akan menerima siswa apa adanya, mencoba untuk mencari potensi dan kelebihan, karena semua anak pada dasarnya cerdas dan berbakat. Kejelasan visi sang guru akan menjalar melalui komunikasi yang tepat pada siswa untuk memperjelas arah hidup. Dalam kesehariannya, guru seperti ini akan memberi dukungan, bukan sibuk mencari kelemahan. Kehangatan komunikasi sang guru dirasakan para siswa yang merasa terayomi. Suasana batinnyapun akan terpancar dari karisma, karena do’a cinta sang guru seolah langsung terasa. Inilah ciri guru yang akan menjadi inspirasi kehidupan, tidak hanya bagi siswanya, tapi juga untuk dunia. Wallahu’alam (***Subhan Afifi)

Menulis untuk Peradaban

10:07:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi


Tak ada banyak waktu untuk Bercanda. Sekarang, gerakkanlah penamu dan ubahlah dunia melalui kata. Ingatlah, negara Yahudi Raya yang kejam itu, berdiri hanya karena sebuah buku tipis dan satu novel menggugah. Ditulis oleh Theodore Herzl, dua buku itu mengharu biru manusia-manusia Yahudi sehingga mereka menyatukan langkah dalam meraih cita-cita yang sama : sebuah negara Yahudi yang kelak bernama Israel. Hari ini mimpi yang bermula dari buku tipis itu telah terwujud. Lalu apakah yang sudah kita lakukan untuk menggerakkan jiwa manusia kepada sebuah cita-cita besar ?

Menulis adalah sebuah aktivitas yang “biasa”, siapapun bisa. Tapi, sungguh, yang ” biasa-biasa” itu akan menjadi sesuatu yang “luar biasa” ketika digarap dengan serius. Buku tipis berjudul Der Judenstaat (The Jewish State) dan novel Altneuland (Old New Land) karya Benyamin Se’eb alias Theodore Herzl itu juga lahir dari proses yang “biasa-biasa” saja : muncul ide, mulai tulis dan sebarkan. Siapa sangka jika buku itu menjadi inspring words-nya kaum Yahudi, hingga hari ini dan sampai kapanpun.

Membangun sebuah peradaban tak cukup hanya dengan seminar dan diskusi. Perlu upaya kongkrit tanpa harus menunggu hari esok. Menulis adalah salah satu upaya “kecil” untuk cita-cita “besar”. Kenapa saya “mengecilkan” arti aktivitas menulis dan menganggapnya “biasa-biasa” saja, tak lain karena ingin ikut mencitrakan bahwa : menulis itu mudah. Saking mudahnya, sehingga ketika kita membaca sebuah karya tulis berupa artikel di media massa, atau buku baru karangan penulis muda, kita tanpa sadar akan berkomentar : “Oalah.. koq sederhana banget ya..! kalau Cuma begini, aku sih bisa”. Tapi persoalannya, belum satu pun karya kita mewujud dalam bentuk yang kasat mata.

Oke dech, kalau membangun peradaban terasa berat dan jauh, minimal peradaban itu dimulai dari terbangun kualitas diri. Nah menulis, menjadi salah satu pirantinya., Hernowo, dalam Quantum Writing-nya, pernah mengutip kalimat yang dirangkai Fatima Mernissi “usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungannya yang luar biasa”. Pennebaker dengan hasil penelitiannya yang dibukukan pada “Opening Up : The Healing Power of Expressing Emotions”, juga memberi tambahan semangat : menulislah jika anda ingin sehat! Agar sehat, Pennebaker juga merekomendasikan kegiatan menulis rutin dilaksanakan tiap hari, manfaatnya luar biasa : (1) menulis menjernihkan pikiran, (2) menulis mengatasi trauma, (3) menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, (4) menulis membantu memecahkan masalah, (5) menulis-bebas membantu kita ketika kita terpaksa harus menulis. “Anda tidak usah terlalu memikirkan masalah tata bahasa, ejaan atau struktur kalimat..”, ‘Terserah kepada Anda untuk menulis apa saja yang Anda inginkan..’, “Anda harus membebaskan diri Anda.,” tulis Dr James W Pennebaker memberi tips agar menulis menjadi kegiatan menyenangkan sekaligus menyehatkan, seperti dikutip Hernowo.

Nah tunggu apa lagi.. Nulis Yuuuukk..!

(***Subhan Afifi)