Inspiring Words

2:57:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Betapa mudah kita mengeluarkan kata-kata. Tanpa berfikirpun puluhan, ratusan bahkan ribuan kata sanggup kita rangkai dan kita umbar begitu saja. Tetapi, tahukah kita makna kata-kata bagi pendengarnya. Bisa jadi satu atau beberapa kata yang keluar dari mulut kita, mampu membuat orang bersedih, menangis, terluka hatinya, merasa tak berguna, atau bahkan terhina. Juga sebaliknya, rangkaian kata bisa menggerakkan dan menginspirasi banyak orang.

Saya ingin kata-kata yang keluar dari mulut saya berkategori yang kedua. Bermanfaat dan memberi inspirasi untuk kebaikan.

Di bawah ini penuturan seorang sahabat saya, Jonru, yang menulis dalam blognya tentang kata-kata saya yang pernah tertangkap 2 daun telinganya. Subhanallah ! Saya sendiri lupa, kapan saya berkata-kata seperti itu. Ini yang membuat saya ingin semakin berhati-hati. Bahwa rangkaian kata sungguh berarti. (***Subhan Afifi)

Oleh : Jonru

Terus terang, keputusan saya untuk keluar dari status sebagai pekerja kantoran , antara lain dipengaruhi oleh beberapa orang, yang saya sebut sebagai inspirator. Merekalah - antara lain- yang membuat saya begitu menggebu-gebu untuk segera mewujudkan keinginan menjadi "manusia bebas".
Mereka adalah (maaf jika ada nama yang terlupa):
1. Onno W Purbo
Sejak beberapa tahun lalu, Pakar TI kita yang satu ini telah memutuskan untuk menjadi full time writer . Saya berpikir, "Jika Pak Onno bisa, kenapa saya tidak?"
2. Sony Set
Saya pertama kali mengenalnya ketika beberapa tahun lalu Komunitas Layar Kata mengadakan Kopi Darat di Jakarta, sekaligus diskusi film "Eliana Eliana". Di sana kami berbincang.
Dia menceritakan dirinya yang telah meninggalkan status sebagai manajer TI di sebuah perusahaan, demi mengejar karir sebagai penulis skenario profesional. Hm, MANAJER adalah posisi yang sangat strategis dan sangat mapan. Tapi Sony Set berani meninggalkan itu. Sedangkan saya? Di kantor saya hanya kuli, staf level terendah. Seharusnya saya lebih berani dari dia!
3. Valentino Dinsi lewat bukunya "Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian"
Terus terang, saya belum selesai membaca buku ini. Tapi membaca judulnya saja, saya sudah sangat terinspirasi.
4. Subhan Afifi
Dia adalah sahabat saya, kini menjadi dosen di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Selain mengajar, dia juga berbisnis dan sukses berat. Dia pernah berkata seperti ini pada saya, "Coba dihitung-hitung berapa jumlah uang yang kita keluarkan untuk kuliah. Lalu kita bandingkan dengan gaji sebagai pekerja kantoran. Ternyata jumlahnya sangat tidak sebanding. Dari segi materi, jumlah penghasilan kita sebagai pekerja kantoran sangat tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya kuliah kita dulu."
Hm... saya memang tidak pernah menghitung secara pasti. Tapi fakta berbicara bahwa tak ada karyawan atau pegawai negeri yang bisa jadi kaya raya, kecuali (menurut buku Valentino Dinsi) jika mereka:
1. mendapat warisan
2. menikah dengan orang kaya
3. menang undian
4. punya bisnis sampingan
5. korupsi

Tambahan dari saya:
6. meminta bantuan jin
Hm lagi... berapa gaji Anda saat ini? Katakanlah Rp 5 juta perbulan. Ini adalah jumlah yang cukup besar, sebab gaji saya di CBN dulu masih jauh di bawah itu.
Tahukah Anda berapa harga Anda dalam sejam? Untuk gaji Rp 5 juta perbulan, tenaga Anda dihargai Rp 30 ribu perjam! Ini masih menurut hitung-hitungan di buku Valentino Dinsi, lho....
Sekadar perbandingan, saya pernah menjadi pembicara dalam acara pelatihan pengelolaan website di tiga kota, dan honor saya perjam adalah Rp 400 ribu! Bahkan, saya pernah mendapat bayaran sebesar satu kali gaji saya dari sebuah pelatihan penulisan yang diadakan oleh Bank Indonesia(*).
Lagi-lagi hm... masihkah Anda bangga terhadap gaji Rp 5 juta bahkan 10 juta perbulan?
Terima kasih banyak Subhan, sahabatku. Ucapan kamu dulu itu memang benar banget!
Saya juga makin yakin dengan bunyi salah satu hadits:
"Sembilan dari sepuluh pintu rezeki adalah dari berdagang."
5. Dudun Parwanto
Dia ini sahabat saya juga. Dulu dia menjadi wartawan, lalu memutuskan untuk membentuk perusahaan sendiri yang bergerak di bidang jasa penulisan. Dia banyak mengajari saya tentang strategi berwirausaha. Setiap kali ngobrol dengannya, keinginan saya untuk segera berwirausaha pun langsung menggebu-gebu lagi.
Dudun adalah salah seorang sahabat yang sering saya curhati mengenai kebosanan saya terhadap pekerjaan kantor. Dan dia selalu menyarankan, "Kamu memang harus keluar dari sana, tapi tidak sekarang. Coba kumpulkan dulu modal yang banyak, sebagai bekal berwirausaha."
6. Dani Sumarsono
Dia adalah direktur utama CBN, kantor saya dulu. Mungkin dia merasa menyesal ketika mengetahui bahwa salah satu ucapan dia yang bertujuan agar semua orang betah menjadi karyawan di perusahaannya, justru berakibat sebaliknya: Saya ingin segera keluar dari sana!
Pada sebuah pertemuan akbar dengan seluruh karyawan beberapa bulan lalu, Pak Dani yang orangnya sangat religius ini berkata, "Kemapanan adalah sesuatu yang sangat berbahaya." Dia mengasumsikan bahwa posisi kami di CBN saat ini adalah posisi yang sangat mapan. Karena itu, dia mengajak semua karyawan untuk tidak merasa keenakan. Kemapanan akan membuat kita manja dan lupa diri.
Berbekal konsep ini, Pak Dani mengajak kami untuk meningkatkan prestasi, bekerja sebaik mungkin, agar di masa mendatang kami dapat memiliki karir yang jauh lebih baik.
Hm, ternyata saya mempersepsikan ucapan dia ini dengan cara berbeda. Saya setuju dengan ucapannya itu, tapi di dalam hati saya berkata, "Saya selama ini sudah sangat mapan di CBN. Ini tentu sangat berbahaya. Karena itulah, saya harus segera menyelamatkan diri. Saya harus segera keluar dari tempat yang sangat mapan ini. Saya akan memilih sebuah kehidupan baru yang sangat tidak mapan. Sebab ketidakmapanan ternyata jauh lebih aman."
Thanks a lot, Pak Dani. You are a very great person!
7. Taufik Sasongko
Sejak dulu, saya seringkali mendapat tawaran kerjasama bisnis dari banyak orang. Tapi tak ada yang berhasil. Bahkan, banyak di antaranya yang omdo alias omongan doang. Tapi Pak Taufik ini beda banget. Tanpa banyak omong, dia sudah sering melibatkan saya dalam proyek-proyek bisnisnya. Yang paling menonjol adalah kerjasama kami dalam mengelola Majalah Optimis .
Sebenarnya Pak Taufik hanya pengusaha kecil. Ia mengelola usaha desain grafis dan percetakan yang sudah berjalan selama lebih kurang dua tahun. Ia dan keluarganya masih ngontrak di rumah petak yang sangat kecil. Tapi Pak Taufik adalah orang yang sangat kreatif, percaya diri, ulet dan profesional dalam berbisnis. Sejak bermitra dengannya, saya merasa makin mantap untuk segera berwirausaha.
8. Mas Alwin
Pertemuan dan keakraban kami boleh dibilang berlangsung sangat singkat. Tapi dalam waktu sesingkat itu, saya merasa sangat cocok bersahabat dan berbisnis dengannya. Usaha yang ia kelola, Zabit Mobile Book, bagi saya merupakan sebuah bisnis yang sangat prospektif. Dan saya bersyukur karena saya akhirnya diberi kesempatan untuk bergabung dengannya.
9. Rini Nurul Badariah
Dia adalah sahabat yang saya kenal via internet sejak tahun 2000 lalu. Kami sudah sangat akrab dan saling percaya, tapi anehnya belum pernah ketemu sekalipun. Keuletan dan keberhasilan Rini sebagai seorang penulis lepas membuat saya sangat terinspirasi dan ingin segera mengikuti jejaknya.
10. Mr. X
Maaf, saya tak bisa menyebutkan namanya karena alasan "perlindungan privasi". Yang jelas, Mr. X ini adalah seorang penulis yang cukup terkenal, dan beberapa bukunya sempat menjadi best seller. Bahkan, salah satu bukunya telah menjadi trend setter bagi buku-buku nonfiksi untuk remaja.
Beberapa waktu lalu, saya menelepon beliau dan kami berbincang cukup lama. Ada satu ucapan dia yang membuat saya tertegun, "Saya sekarang lagi tak punya pekerjaan, Mas. Untuk penghasilan, saat ini saya hanya mengandalkan royalti tulisan-tulisan saya."
Hm... di satu sisi saya merasa prihatin mendengar cerita ini. Tapi di sisi lain saya berkata di dalam hati, "Hm... berarti memang benar! Menjadi penulis itu bisa hidup! Kita bisa hidup hanya dengan mengandalkan royalti naskah! Jadi buat apa saya takut kekurangan rezeki? Saya adalah penulis, dan ini adalah lahan rezeki yang sangat subur."
* * *
Kini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sepuluh orang di atas. Mereka adalah orang-orang yang sangat hebat.

Cilangkap, 11 April 2007

Jonru



Cara Cepat Dapat Gelar

8:40:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi

Seorang kawan di sebuah pulau yang makmur berkirim sms kepada saya. “Ini bisnis,” katanya. Intinya, ada beberapa pejabat di pulau itu ingin melanjutkan S2 dengan model by research, hanya mengerjakan tesis. Tapi beliau-beliau super sibuk, sehingga mencari orang yang mau dan mampu mengerjakannya dengan imbalan rupiah tentu saja. “Kalau Abang mau, nanti saya hubungkan,” tulis sang kawan. Tentu saja kawan itu salah alamat. Kontan saja saya balas sms-nya bertubi-tubi, mengingatkan bahwa itulah kejahatan intelektual sebenarnya. Orang koq ingin dapat gelar dengan cara pintas.


Beberapa waktu kemudian, saya menguji skripsi seorang calon sarjana. Tulisan dari hasil penelitian itu standar-standar saja, seperti kebanyakan skripsi mahasiswa yang pernah saya temui. Hati agak kurang nyaman ketika mahasiswa itu mempresentasikan karyanya di depan kami, saya sebagai penelaah, dan 2 orang dosen pembimbing. Ketika giliran saya menyampaikan pertanyaan, saya bertanya singkat saja : ”Apakah skripsi ini anda buat sendiri ?”. Aneh bin ajaib, si mahasiswa menjawab dengan sangat polos : ”Nggak Pak !”. Hehe. Maka, meluncurlah cerita yang sangat jujur, bahwa ia merasa sudah mentok, pernah patah hati kemudian cuti kuliah beberapa semester. Sementara orang tua tidak tahu, tapi terus mengultimatum, ”kapan kamu wisuda? Ini semester terakhir lho ! setelah ini nggak ada kiriman lagi !”. Maka, jasa pembuat skripsi yang iklannya ada di koran-koran dengan label konsultasi dan pengolahan data, menjadi pilihan terakhirnya. ”Saya bingung Pak, tapi saya ingin lulus, jadi sarjana, menyenangkan orang tua,” katanya. Dosen pembimbingnya pun kaget campur geram. Mahasiswa ini memang tergolong bermasalah sejak awal. Belasan semester sudah dia habiskan di kampus. Tapi, dosen pembimbingnya tidak menyangka kalau skripsinya dibuatkan orang, karena waktu konsultasi biasa-biasa saja. Singkat cerita, sang mahasiswa dinyatakan tidak lulus, harus mengulang penelitian dari awal, dengan catatan ”benar-benar bikin sendiri!”. ”Sejelek apapun, tapi karya sendiri, itu lebih berharga, daripada menipu diri sendiri dan orang lain,” begitu nasihat dosen pembimbing. Melihat kepala mahasiswa tertunduk lunglai, saya pun mencoba memberi semangat bahwa dia bisa, dia hebat, asal jangan mengerdilkan jiwa. Dalam hati, lagi-lagi saya heran, ada orang ingin dapat gelar dengan cara pintas.

Lantas, apa sebenarnya makna gelar? Bukan hanya gelar akademis, gelar apa saja ! Sekedar hiasan, status sosial, alat pemasaran, punya konsekuensi ekonomis, atau semacam sistem tanda yang menjamin bahwa si pemilik bukan orang main-main. Repotnya bila orang mati-matian mengejar gelar, bagaimanapun caranya, atau malah menggelari diri sendiri, padahal ketika disandingkan dengan nama, gelar itu gak matching gitu loh...Ini yang berat. Pelajaran paling indah telah tertoreh pada sejarah nabi kita yang Agung, Muhammad SAW. Di zaman itu orang juga biasa memberi gelar. Tapi gelar itu diberi karena pembuktian di masyarakat, bukan mengarang sendiri, apalagi membeli. Rasululloh SAW diberi gelar Al-Amin, karena beliau memang sangat bisa dipercaya. Abu Bakar digelari Ash Shiddiq karena selalu benar, membenarkan dan dibenarkan. Umar bin Khattab bergelar Al Faruq karena sosoknya yang tegar, tegas, keras, tak kenal takut. Demikian juga dengan ’Utsman bin Affan dihadiahi gelar Dzun Nurain, si pemalu yang berakhlaq mulia, Khalid bin Walid punya gelar Saifullah, Pedang Allah, dan seterusnya. Semua punya gelar, tapi mereka memperolehnya dengan pembuktian yang mendalam, bukan sekedar simbol tampa makna.

Ngomong-ngomong tentang gelar, saya jadi malu sendiri. Ketika diundang untuk sharing dalam sebuah workshop komunikasi dan pendidikan di Ngawi bulan Juli lalu, saya kaget dan geli ketika di backdrop acara, selain nama acara dan penyelenggara, terpampang besar-besar nama saya dengan embel-embel gelar yang bikin seram. Dr,H,M.Si. Waduh. Saya merasa nggak nyaman dan langsung protes sama ketua panitia. ”Sampeyan kan tahu, saya masih sekolah, belum Dr, gimana nih..?” Lagipula, kalau nggak pake gelar-gelaran seperti itu gimana sih..Apa omongan kita nggak dipercaya orang, kalau nggak pake gelar yang berderet-deret. Jadi beban malah, gelar macam-macam, ilmu nggak ada. ”Tenang aja Pak, itu do’a dari kami, jadi jangan diralat,” katanya santai. Nah..! (**Subhan Afifi)

Arti Perawan

1:22:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Suatu hari Azzam, anak sulung saya, ketika berusia 7 tahun bertanya pada ibunya, "Ummi, perawan itu apa sih..?". Sang bunda bingung mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab. "Ehm..perawan itu artinya belum pernah menikah...ehm,,,". "Bukan itu maksudnya..." tukas Azzam sambil memperlihatkan sebuah berita dari tabloid olahraga kegemarannya : "Mampukah Penjaga Gawang itu Menjaga Gawangnya tetap Perawan..?