Haji dan Napak Tilas Sejarah

10:05:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Bagi yang akan segera berhaji, saya menyarankan anda untuk mempelajari secara detail sejarah kenabian (sirah nabawiyah), selain tentu saja tata cara (manasik) haji. Kenapa sejarah ? Karena sejarah di masa lalu mengajarkan kita untuk arif menyikapi kehidupan masa kini dan masa datang. Lebih-lebih untuk masa depan yang sesungguhnya : Kehidupan sesudah mati. Perjalanan di 2 tanah suci, Mekkah dan Madinah, serta kota lain seperti Jeddah, akan terasa lebih bermakna ketika bayangan apa yang terjadi di zaman Rasululloh seolah hadir di depan kita. Mempelajari sejarah dan mendapati jejaknya di depan mata, membuat kita seperti ikut terlibat di dalamnya. Seakan menjadi aktornya.

Saya menyesal, saat berkesempatan haji, bacaan sejarah saya masih sangat lemah. Saya hanya tahu beberapa peristiwa umum di zaman Rasul. Rasul menerima wahyu pertama di gua Hira’, atau Rasul bersembunyi di gua Tsur bersama sahabatnya, Abu Bakar, ketika dikejar-kejar orang-orang kafir Quraisy saat berhijrah ke Madinah. Juga tentang beberapa peperangan di Kota Madinah, seperti perang Uhud yang fenomenal itu. Sayangnya pengetahuan itu sangat minim.

Sebagai petugas haji, saya dan kawan-kawan saat itu, datang ke Mekkah beberapa Minggu sebelum jamaah haji berdatangan. Pulangnya pun terakhir, ketika para jamaah telah kembali ke tanah air semua. Saya sempat merasakan bagaimana lengangnya Masjidil Haram, sebelum dan sesudah masa haji. Kesempatan langka yang mungkin tak akan terulang.

Ketika awal datang ke Mekkah, setelah umrah ditunaikan, dan waktu untuk bertugas belum datang, saya berkesempatan menyusuri beberapa penggal sejarah Rasululloh. Saat itu, saya dan kawan-kawan mahasiswa di Malaysia, ingin sekali menapaktilasi sejarah turunnya wahyu pertama di Gua Hira’. Tapi rupanya kami nyasar ke gunung Tsur. Supir Arab angkot omprengan itu tanpa bicara apa-apa membawa kami ke Gunung Tsur, padahal kami mintanya ke Jabal Nur, tempat Gua Hira’. Ya sudahlah. Dengan semangat menyala kami mendaki Gunung itu saat siang panas menyengat. Mungkin karena baru nyampe di Mekkah, dan energi masih berlebih, saya dan kawan-kawan tak menghiraukan medan yang berat. Sambil tentu saja membayangkan bagaimana Rasululloh dan Abu Bakar mendaki gunung itu, menghindari kejaran para musuhnya. Atau bagaimana Asma’ binti Abu Bakar yang bolak-balik mengantar makanan kepada mereka berdua saat bersembunyi di gua itu. Jangan membayangkan gunung di Arab seperti gunung Merapi atau Merabu yang sejuk dan hijau. Gunung Tsur terjal, berbatu, dan tanpa sebatang pohon hijau pun. Masih dilengkapi dengan panas menyengat. Di puncak gunung itulah, kami menemukan sebuah gua kecil yang tak terurus. Tempat Rasululloh dan Abu Bakar bersembunyi sedangkan di mulut gua para pengejarnya sudah tak berjarak. Maka muncullah perkataan Rasul yang diabadikan dalam Al-Qur’an : La Tahzan, Innalaha Ma’ana, Jangan khawatir, Sesungguhnya, Allah bersama kita. Menenangkan Abu Bakar, yang secara manusiawi, merasa resah dan takut.

Pemerintah Arab Saudi memang tidak memprogramkan pemeliharaan tempat-tempat bersejarah. Kalau di Indonesia mungkin sudah dibangun tugu peringatan atau malah jadi tempat wisata. Di jalan menuju gunung Tsur bahkan ditulis besar-besar anjuran untuk tidak mendatangi tempat itu, karena bukan termasuk perkara yang disyariatkan. Takut para jamaah haji datang berbondong-bondong, dan menyalahgunakannya untuk hal-hal yang berbau syirik. Seperti yang banyak terjadi di Jabal Rahmah, gunung di padang Arafah yang diyakini tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah diturunkan dari Syurga. Di situ banyak ditemukan para jamaah yang melakukan beragam perkara yang dilarang seperti menulis nama dan menempel foto agar diberi enteng jodoh, atau meminta berkah.

Tentu tak ada maksud lain, ketika kami mengunjungi tempat-tempat bersejarah di zaman Rasululloh. Selain mencoba menghadirkan jejak masa lalu untuk menambah semangat dalam kehidupan sepulang haji. Ketika menyusuri jalan panjang Mekah-Jeddah-Madinah, juga kami merasakan betapa berat perjalanan hijrah Rasululloh dan para sahabatnya. Ketika mengunjungi masjid Nabawi, makam Rasululloh, Abu Bakar dan Umar, serta kompleks pemakaman para sahabat lain di Baqi’, seakan kita di bawa ke masa silam yang penuh hikmah. Atau ketika mengunjungi bukit Uhud, masjid Kiblatain, masjid Kuba, dan banyak lagi. Jika saja, sirah nabawiyah kita kuasai dengan detail, ruh perjuangan mereka akan terasa hadir lebih dekat. Perjalanan napak tilas sejarah itu, akan membangkitkan jiwa, untuk bersungguh-sungguh dalam hidup. Seperti yang pernah mereka, Rasululloh dan para sahabatnya, orang-orang yang Agung, contohkan. Agar hidup tak berlalu begitu saja ! (***Subhan Afifi)

0 komentar: