Akhir Kontestasi yang Melelahkan itu..

10:46:00 AM Diposting oleh Subhan Afifi

Pemberitaan media tentang para caleg stres yang akan memenuhi RSJ di berbagai kota karena gagal meraih impian, tak urung menggusarkan saya. Media terlalu kejam ”menyudutkan” para caleg, dan gegabah melakukan generalisasi.


Seorang Abang saya ikut bertarung melalui partai kecil untuk menjadi anggota legislatif sebuah kabupaten. Awalnya, ia tak pernah tertarik dan buta sama sekali dengan dunia politik. Profesinya murni wiraswasta. Hanya saja, kiprahnya di tengah masyarakatnya sangat nyata. Ia dikenal sebagai warga biasa tapi ditokohkan oleh sekitarnya, kerena ringan membantu dan menjadi rujukan berbagai persoalan. Ketika seorang pengurus partai baru datang ke wilayah itu untuk membuka Dewan Pengurus Cabang, warga sepakat merekomendasikan namanya. Sebagai pebisnis tulen, si Abang melihatnya sebagai tantangan, mungkin juga peluang. Sekaligus wahana untuk memperjuangkan idialisme. Sesuatu yang nyaris menjadi klise. Setelah pikir-pikir dan rembugan, resmilah ia menjadi ketua DPC partai itu. Maka, mulailah pekerjaan yang melelahkan dan menghabiskan uang itu. Bergerilya mencari simpatisan, menggerakkan tim sukses, konsolidasi partai, kampanye, hingga mengawasi pengikut agar tak dicaplok partai dan caleg lain, jelas-jelas melelahkan. Tapi, ia menikmatinya. ”Tak usah khawatir,” katanya suatu saat. Sebagai tokoh di masyarakatnya, tak sulit ia mendapatkan simpatisan. Hitung-hitungan di atas kertas tim suksesnya, Si Abang berkumis tebal ini, akan lolos jadi anggota legislatif di kabupatennya.

Hingga akhirnya, pesta itu benar-benar usai. Saatnya ”tamu pulang” dan ”cuci piring”. Di 3 TPS sekitar tempat tinggalnya, Ia menang telak. Tapi di TPS-TPS lain di daerah pemilihan yang telah digarap sekitar 6 bulan, dan telah berkomitmen mendukung dirinya, contrengan untuknya tak terlihat. Hanya beberapa. Suara dari orang-orang yang menurutnya sangat dekat juga raib entah kemana. ”Pendukung kami dilibas politik uang,” katanya ringan. Ketokohannya di Dapil itu memang menjadi perhatian dan target untuk ”dibereskan” oleh para pesaingnya. Ia yang hanya mengandalkan kedekatannya dengan masyarakat, dan tak ingin ber-money politic, walaupun mengaku habis ratusan juta rupiah untuk berbagai kegiatan kampanye dan konsolidasi, tak ayal harus merasakan pahitnya hasil kontestasi yang tak adil. Caleg yang tidak berkeringat, tak punya modal sosial di masyarakat, tapi punya uang, dan gencar melancarkan serangan fajar, siang, sore atau malam, akhirnya muncul jadi pemenang.

Ketika saya mengunjunginya beberapa minggu setelah Pemilu, Ia terlihat enteng-enteng saja. Hanya matanya yang merah dan berair. Tentu tak ada kaitannya dengan hasil Pemilu. Ini murni sakit mata alias ”belekan”. Yang pasti, tak ada yang harus di bawa ke RSJ. (***Subhan Afifi)

5 komentar:

  1. Anonim mengatakan...

    ada yang bilang demokrasi adalah sistem thagut :-) dan yang berpendapat demikian punya hujjah yang, bagi saya yang awam, kuat.

    walahualam

  2. Kangmastyo mengatakan...

    Manakah sistem kepemimpinan yang Islami? Sistem Kerajaan kah? Saya rasa Nabi tidak mengajarkan pewarisan kepemimpinan turun temurun ke anak cucu. Demokrasi? Demokrasi berasal dari Yunani. Khilafah?

  3. Anonim mengatakan...

    inna-diin-a ‘indallahil islam
    (Sesungguhnya diin (yang diridhoi) disisi Allah hanyalah Islam.

    Dr. Sholeh Fauzan al Fauzan mendefinisikan Diin: setiap ajaran yang didalamnya ada aturan hidup manusia.

    Berdasarkan definisi tersebut, Islam itu Diin, demokrasi itu diin, sosialisme itu diin.

    Entah darimana mulanya, kita melihat Islam sebagai Diin, sedangkan demokrasi, sosialisme, dll sebagai sesuatu yang lain.

  4. Anonim mengatakan...

    Jadi Islam itu Diin, demokrasi itu diin.
    Bedanya, Islam adalah Diinullah (dari Allah), dan selain Islam adalah Diinunas (buatan manusia)

    inna-diin-a ‘indallahil islam.

  5. Abumufid mengatakan...

    Assalaamu'alaikum.
    Salam kenal pak Afifi.
    Islam tidak demokratis, dan juga tidak ada demokrasi yg islami. Sumber hukum Islam dari Allah dan Rasul-Nya, sedang demokrasi suara terbanyak, siapapun orangnya, mau profesor, ulama, maling, koruptor, pelacur. Semua sama haknya. Masya Allah...!