Kontras

1:44:00 PM Diposting oleh Subhan Afifi

Ada yang selalu terlihat kontras ketika ikut penerbangan Airasia Yogyakarta-Kuala Lumpur, dan sebaliknya, Kuala Lumpur-Yogyakarta. Penerbangan pertama selalu saja dibersamai oleh rombongan wanita muda dan setengah baya, mengenakan seragam bertuliskan nama perusahaan tertentu di punggungnya. Wajah mereka terlihat sedikit cemas dan kosong. Maklum, banyak diantara mereka yang baru pertama kali pergi jauh. Mereka terlihat selalu bergerombol, seolah tak ingin terpisah sedetikpun dari kelompoknya. Ketika ada form-form imigrasi yang harus diisi, mereka celingak-celinguk, tidak percaya diri. Yah, mereka adalah rombongan calon tenaga kerja wanita yang terus saja mengalir ke negeri impian. Walau berita tentang fantasia yang berubah jadi petaka tak henti-hentinya terdengar. Apa boleh buat, pilihan tak banyak, hidup harus terus berjalan. 


Penerbangan kedua, biasanya lebih ceria. Penumpang yang memenuhi kabin lebih harum dan necis. Selain beberapa wisatawan Malaysia yang mulai banyak mengunjungi Yogyakarta,penerbangan kedua juga dipenuhi wanita-wanita muda dengan dandanan menyolok, menenteng hp keluaran terbaru, lengkap dengan tas dan kardus berisi oleh-oleh aneka rupa. Mereka adalah para TKW yang telah bekerja cukup lama di negeri jiran dan tergolong berhasil. Hasil kerja seolah terlihat dari apa yang kasat mata itu. Sebagian dari mereka bekerja sebagai ammah, sebutan orang Malaysia untuk PRT. ”Kalau yang sebelah sana, kerjanya di kilang (pabrik), Mas”, kata Hariyadi, seorang TKI asal Klaten yang duduk di sebelah saya, dalam penerbangan sore itu, menunjuk pada deretan gadis-gadis berpenampilan trendy. ”Mereka kena PHK, jadi harus pulang kampung,” tambahnya. Perusahaan-perusahaan Malaysia memang sedang terkena imbas krisis global, dan terpaksa harus merumahkan banyak pekerjanya. Apapun kondisinya, sukses tidak sukses, pulang kampung, apalagi dari negeri tempat yang jauh, harus kelihatan lebih baik dari saat pergi.

Dalam penerbangan pertama dan kedua, rombongan TKI (pekerja Indonesia laki-laki) bisanya tak terlalu terlihat mencolok. Mereka biasanya datang dan pergi tidak berombongan. Hanya berteman 1-2 orang, bahkan lebih sering sendiri. Saya tak tahu persis, apakah ini berarti PJTKI kita lebih banyak mengekspor TKW,daripada TKI. Atau TKI lebih banyak memilih jalur laut, via Sumatera.

Hariyadi, yang rambutnya dicat kuning emas, adalah salah satu TKI yang memutuskan pulang, dan bertekad tak akan kembali. ”Kapok,Mas,” katanya. Ia berangkat setahun lalu, dan dijanjikan PJTKI-nya bekerja di pabrik baja. Rupanya, ia harus bekerja sebagai kuli bangunan dalam berbagai proyek pembangunan gedung-gedung bertingkat. Perawakannya yang kecil tak sebanding dengan pekerjaan keras yang harus dijalaninya. Orang di kampung tahunya Hariyadi yang lulusan SMEA, kerja mentereng di luar negeri. Mengaku tak tahan, ia memutuskan pulang. Tapi, itu tadi, walau belum beruntung di negeri orang, penampilan harus tetap terjaga. Maka pulanglah Hariyadi, dengan penuh pede, dengan celana jeans dan rambut bule-nya. ”Setelah ini, mungkin saya mau ke Korea,” katanya, sesaat sebelum Airasia mendarat di Adi Sucipto. (***Subhan Afifi)


0 komentar: